Refleksi Tahun Baru Islam 1447 H
Belum lama ini kita baru saja memasuki gerbang hijrah. Hari demi hari telah kita lewati. Demikian juga minggu, bulan, dan tahun. Tak terasa umur bertambah, usia semakin tua dan kita sudah berada di tahun baru umat Islam 1447 Hijriah.
Berawal dari perintah Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dan umat Islam untuk meninggalkan Makkah hijrah menuju Yatsrib guna memulai membangun peradaban yang mulia. Peristiwa tersebut telah menjadi tonggak kebangkitan Islam sekaligus menandai dimulainya tahun Hijriah.
Rasulullah SAW telah mengingatkan kita, “Sebaik-baik manusia adalah yang panjang umurnya dan baik amalannya dan seburuk-buruk manusia adalah yang panjang umurnya dan buruk amalannya.” (HR. Ahmad)
Disini saya tidak akan membahas lebih lanjut mengenai hijrah Nabi Muhammad SAW, tetapi apa yang patut kita lakukan setelah kita memasuki tahun baru Islam.
Banyak orang merayakan tahun baru dengan berbagai cara; ada yang cuma menonton Televisi dengan acaranya yang lebih banyak mempertontonkan gaya hidup bebas nan semu, ada yang keluar sekedar jalan-jalan tak tau arah, ada yang bergadang tidak jelas apa yang dilakukan dan ada yang merayakan pesta dengan hura-hura.
Tetapi sadarkah kita bahwasannya tiap jam, menit, detik, hembusan nafas kita itu dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Dalam tradisi Islam sama sekali tidak mengenal istilah hura-hura.
Islam menganjurkan dan memaknai hijrah dengan berinstropeksi diri dan berubah. Tapi berubah yang bagaimana? Tentu saja berubah menjadi lebih baik untuk Allah SWT, berubah dengan meninggalkan perbuatan tidak berguna, dosa dan maksiat, menjaga diri dari pergaulan lingkungan yang rusak, dan berusaha meningkatkan ibadah kepada Allah.
Instropeksi diri dalam Islam lebih dikenal dengan istilah Al-Muhasabah, yaitu dari kata hasaba-yuhasibu, artinya menghitung-hitung segala amalan kita. Apakah hidup kita ini telah benar-benar membawa manfaat bagi yang lain ataukah sebaliknya merugikan orang lain?
Apakah waktu yang telah diberikan Allah benar-benar telah kita gunakan dengan benar ataukah kita telah membuang-buang waktu kita dengan perbuatan yang sia-sia? Apakah kita selalu mengingat Allah dikala dilanda kesedihan dan kesenangan ataukah lebih berharap kepada rasa iba orang lain.
Apakah mulut kita ini dimasuki makanan halal atau makanan yang haram? Apakah kita selalu menunaikan ibadah sholat lima waktu atau sering lupa dan meninggalkannya? Apakah ilmu kita telah bertambah, bagaimana dengan ilmu agama kita, sudah sempurnakah ibadah kita? Bacaan Al-Qur’an kita?
Dan yang paling penting apa yang telah kita berikan untuk menegakkan agama kita Islam, apa kontribusi kita?
Umar bin Khattab berkata, “Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab, timbanglah dirimu sebelum kamu ditimbang, karena hisaban yang kamu lakukan pada hari ini akan meringankan hisaban pada hari akhir, berhiaslah kalian untuk menghadapi hari yang besar, suatu hari di mana amal perbuatan akan diperlihatkan dan tidak akan ada yang tersembunyi sedikitpun.”
Allah SWT telah memberikan banyak waktu kepada kita semua yang mana itu semua diberikan kepada manusia agar dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Allah SWT telah berfirman dalam surat Al-Ashr,
“Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.”
Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat yang lain.”
Itulah mengapa manusia diangkat oleh Allah SWT menjadi khalifah di muka bumi, karena kita semua memiliki fitrah untuk cenderung menuju kesempurnaan. Perubahan menuju kebaikan, kemanfaatan, kesempurnaan itulah yang dalam Islam disebut sebagai Hijrah.
Dalam hidup kita, kita memiliki lembaran-lembaran catatan amal kita yang kelak dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.
Dan (pada hari itu) engkau akan melihat setiap umat berlutut. Setiap umat dipanggil untuk (melihat) buku catatan amalnya. Pada hari itu kamu diberi balasan atas apa yang telah kamu kerjakan. (QS. Al-Jasiyah: 28)
Dan Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari Kiamat, maka tidak seorang pun dirugikan walau sedikit; sekalipun hanya seberat biji sawi, pasti Kami mendatangkannya (pahala). Dan cukuplah Kami yang membuat perhitungan. (QS. Al-Anbiya': 47)
Rasulullah SAW pun juga mengingatkan kita dengan bersabda, “Tidak melangkah kaki seorang hamba pada hari kiamat sehingga ia diminta pertanggung jawaban tentang empat hal: umurnya dihabiskan untuk apa, ilmunya digunakan untuk apa, hartanya diperoleh dari mana dan dimana ia dibelanjakan, dan badannya dimana ia perturutkan.” (HR. Tirmidzi dari Abi Barzah)
Sekarang tinggal bagaimanakah kita memanfaatkan sisa umur kita. Cobalah kita menyediakan selalu waktu untuk bermuhasabah diri, evaluasi diri, apa yang sudah kita capai, apa yang kurang dari diri kita, apa target yang tidak tercapai.
Disini kenapa selalu ditekankan tentang waktu, waktu dan sekali lagi waktu. Karena kita selalu meremehkan waktu dan kesehatan yang telah diberikan oleh Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda kepada seseorang dan beliau menasehatinya.
Gunakanlah 5 perkara sebelum datang perkara yang lain: masa mudamu sebelum masa tuamu, masa sehatmu sebelum masa sakitmu, masa kayamu sebelum masa faqirmu, masa waktu senggangmu sebelum masa sibukmu, masa hidupmu sebelum datang masa ajalmu. (HR. Hakim)
Untuk mengetahui apakah kita sudah memberikan kontribusi bagi kemajuan Islam. Mungkin resep ini bisa dicoba, yaitu dengan membuat daftar amal unggulan yang akan kita selesaikan sebelum mati.
Sehingga nanti apabila kita telah mati dan bertemu Allah dan akan bertanya, kamu layak nggak masuk surga? Ya Allah layak. Mengapa kamu yakin kamu layak, apa yang membuatmu layak masuk surga? Ya Allah, saya sudah membuat daftar amalan pekerjaan ketika masih hidup, saya harap amalan-amalan ini yang membuat saya layak.
Mungkin dari contoh tadi diharapkan kita sudah mempunyai bayangan apa yang akan kita lakukan di sisa-sisa umur kita.